Solo Traveling Menuju Wakatobi (bag. 5: Hard to Say Goodbye to Tomia)

12 Maret 2013

Hari ini waktunya saya meninggalkan tempat cantik yang sangat berkesan di perjalanan singkat ini. Sehubungan dengan insiden smartphone dan hape saya yang terkena air laut, saya memutuskan untuk pulang dengan pesawat dari Wanci besok bersama dengan sebagian tim Kompas TV. Sulit membayangkan harus terombang-ambing 9 jam diatas kapal tanpa alat komunikasi.

Hari Selasa pagi kebetulan ada kapal menuju Wanci, dijadwal sih jam 10 pagi, tapi kenyataannya biasanya menunggu pasang dulu, paling cepat jam 11 baru berangkat. Karena sudah selesai packing dari jam 8, dan tim Kompas TV masih belum pada bangun, saya meminta bantuan Ningsih untuk menemani explore daratan Tomia, kali ini saya dibawa Ningsih ke pantai Huntete. Letaknya lumayan jauh sih, untungnya saya bersama orang yang tepat. Sebelum mencapai Huntete, Ningsih memberhentikan motornya di dekat tebing yang dibawahnya laut biru, yang manggil minta disinggahi.

   
ini dia tebing yang dikasihtau Ningsih yang bikin saya bengong selama beberapa detik

Karena mengejar waktu dan dijanjikan jalur pulangnya melewati Puncak Kahyangan kembali, kami tidak menghabiskan waktu lama disana. Tidak lama kemudian sampailah saya di pantai yang sangat landai dihiasi banyak pohon kelapa. Sayang pantai tersebut sedang surut, saya yakin kalau pasang pasti indah, aahh.. seandainya saya punya waktu lebih lama disini.

percayalah, langit seperti ini adalah hal yang biasa di Tomia 

Akhirnya saya menuju tempat favorit saya di Tomia, Puncak Kahyangan. Jujur, saya tidak memasang ekspektasi tinggi melihat Puncak di pagi hari, karena biasa aja kan ya, palingan cuma padang rumput hijau. Ternyata begitu sampai disana, semua diluar harapan saya, suasana Puncak pagi hari tidak kalah cantik dengan sore hari. Hamparan hijau yang sedikit menguning dipadu latar laut biru, sungguh-sungguh menarik dan layak diperjuangkan, kalau Puncak ini ibarat cowok, saya sudah naksir berat!

  
puncak Kahyangan di pagi hari, liat itu laut yang jadi latarnyaaa, aahhh..

Sampai saya selesai explore daratan, kapal belum berniat berangkat juga. Akhirnya saya check-out dari penginapan dan menunggu di penginapan tim Kompas TV. Sekitar jam 11.30, baru kita dapat kabar kapal akan berangkat sebentar lagi. Di kapal kita semua songong memilih duduk diluar, yang akibatnya kulit menghitam rada kemerahan, alias gosong, hehehe. Perjalanan Tomia - Wanci sekitar 3jam, kapal sempat berhenti di pulau Kaledupa, saya kira kapal akan merapat, ternyata perahu-perahu kecil yang nyamperin kapal kita. Sempet syok menyaksikan proses menurunkan motor ke perahu kecil, mirip caranya dengan kita menurunkan gayung saat menimba air, bedanya ini motor bookk yang diturunin, dan bisa loohhh. Penduduk lokal terlihat cuek aja, tandanya hal ini sudah biasa buat mereka.


  
 kapal yang membawa saya ke Wanci, namanya Dito Wakatobi, tarifnya 100ribu rupiah

  
 gaya-gayaan duduk diluar kapal, dari ki-ka: Iqbal, Aris, Bang Rian, dr. Yudi dan saya

Kesan pertama saat menepi ke Wanci adalah, rameee, banyak rumah, dan dilempar pertanyaan sama tukang ojek: "asli Tomia mbak?" #jleb. Saya langsung diantar sama tukang ojek songong ini menuju agen travel kenalannya Pak Haji, dan ternyata flight Wanci-Makasar udah gak ada dooong, lemes rasanyaaa, berarti saya harus naik kapal malam menuju Baubau malam ini. Daaannn, saya tidak bisa nonton pertandingan leg ke-2 piala Champion Barca - Milan, aaarrrgggghhh..

Datanglah saya ke hotel Wisata, tempat Kompas TV menginap, karena lapar makanlah kita di restoran di hotel tersebut. Makanannya enaaaakkk (apa laper yak?), walopun sempet nunggu lama nih cacing di perut saya. Kenyang makan saya dipinjemin salah satu kamar buat mandi dan istirahat unyu. Jam 20.00 saya diantar ke pelabuhan untuk naik kapal Wanci - Baubau, untungnya di kapal ini saya dapet kamar ABK, kondisinya sih seadanya yaa, tapi paling gak saya gak tercemar asap rokok orang-orang. Begitu kasur dialasi sarung bali, saya langsung tidur, untungnya saya bawa sarung bali cadangan sebagai selimut saya, karena saya tidak bisa tidur tanpa ada yang menyelimuti badan (selimuti aku dengan cintamu dong, afgan *loh).

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Duh udah masukin wishlist tempat ini, tinggal nunggu kapan bisa dieksekusi.. Indonesia Timur emang gila-gila viewnya.. rugi rasanya kalau tidak dijelajahi

    BalasHapus
    Balasan
    1. setujuuu, gak ada yang gak indah di indonesia timur

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Serba-serbi Blok Mandibular

I'm a dentist and I'm travelling

Saya dan APD gemesh-gemesh